Sabtu, 18 Mei 2013

Makalah Mamanda


KATA PENGANTAR
             Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat rahmat dan hidayah-Nya lah kami bisa menyelesaikan tugas dari dosen mata kuliah Tinjauan Seni Pertunjukan  untuk membuat makalah yang berjudul “Mamanda” dengan lancar dan tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Aman Waluyo,S.Sn. selaku dosen pengajar mata  kuliah Tinjauan Seni Pertunjukan Jurusan Pendidikan Seni Tari yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman kami dan pihak-pihak lain yang turut serta membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca. Dan kami mengharapkan kepada teman-teman untuk bersedia memberikan kritik dan sarannya kepada kami menyangkut pembuatan makalah ini, sebagai bahan pertimbangan kami untuk membuat makalah selanjutnya, karena makalah ini masih banyak kekurangannya atau masih jauh dari kesempurnaan.

Banjarmasin, 19 Mei 2012








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………..                       
RUMUSAN MASALAH……………………………………………………
PEDAHULUAN…………………………………………………………….          
ISI……………………………………………………………………………          
PENUTUP………………………………………………................................



















Rumusan Masalah
Apa pengertian Mmamanda…?
Dari mana asal mula kesenian mamanda….?























BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1987. Dulunya di Kalimantan Selatan bernanama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh           Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda".


Aliran Dan Nilai Budaya
Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama adalah Aliran Batang Banyu yang hidup di pesisir sungai daerah hulu sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua adalah Aliran Tubau yang bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau,Rantau . Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.
Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.
Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasi.


BAB 2
ISI
B. Pengertian Mamanda
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan.
Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.

Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda “. Mamanda mempunyai

pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.                                   


Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.

Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.

Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.
Perkembangan Mamanda saat ini
Sekarang ini Mamanda mulai terpinggirkan oleh kesenian modern. Bahkan mungkin, hanya sedikit generasi muda yang tahu kesenian ini. Jika kesenian asli daerah seperti Mamanda tak lagi mendapat perhatian generasi muda, jangan heran nantinya benar-benar punah.Keberadaan kesenian bertutur seperti Mamanda Kecamatan  Paringin Selatan dan Wayang Gong di Kecamatan Juai, Kasbupaten Balangan sudah sekarat. Kesenian, yang dulu jadi sarana warga mendapatkan hiburan sekaligus informasi, nyaris mati karena kurang mendapat apresiasi masyarakat.Pemerintah sebenarnya sudah berupaya melestarikan dengan menghadirkan di sejumlah even resmi seperti hari jadi kabupaten beberapa waktu lalu, tapi memang terbatas. Kendala lainnya banyak masyarakat kita kurang tertarik lagi.
Abdul Syukur, pelaku teater dan sastra Banjarmasin, mengatakan dulu saat ada Departemen Penerangan, kesenian bertutur lebih terangkat karena sering diminta tampil menyampaikan program Pemerintah, terutama di kalangan pedalaman. Tapi sekarang makin jarang sehingga banyak masyarakat jadi kurang mengenal.Kendati begitu, kata dia, perlu adanya modifikasi agar kesenian tersebut dapat diterima semua kalangan lagi. Misalnya bahasa yang digunakan tidak melulu bahasa daerah setempat tapi dengan bahasa Indonesia


         BAB 3
PENUTUP


Kesimpulan

Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup.Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan.
Kita sebagai generasi muda haruslah menjaga kesenian ini agar tidak hilang atau diakui oleh daerah lain,karena kalau bukan kita siapa lagi yang melestarikan kesenian khas daerah Banjarmasin yang satu ini.





1 komentar: